Sabtu, 25 Februari 2012

Pengertian Tentang Perjanjian

Jika kita membicarakan tentang defenisi perjanjian, maka pertama-tama harus diketehui ketentuan pengertian perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi: 
“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. 
Dengan adanya pengertian tentang perjanjian seperti ditentukan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang, hali ini akan berlainan jika pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan perjanjian kerja. 
Di dalam pengertian perjanjian kerja, para pihak yang mengadakan perjanjian tidak dalam kedudukan yang sama dan seimbang, karena pihak yang satu yaitu pekerja mengikatkan diri dan bekerja dibawah perintah orang lain, yaitu pengusaha. 
Akan tetapi jika pengertian mengenai perjanjian seperti tersebut diatas dilihat secara mendalam akan terlihat bahwa pengertian tersebut ternyata mempunyai arti yang luas dan umum sekali sifatnya, selain itu juga tanpa menyebutkan untuk tujuan apa perjanjian tersebut dibuat. Hal ini terjadi karena di dalam pengertian perjanjian menurut konsepsi pasal 1313 KUHPerdata, hanya menyebutkan tentang pihak yang atau lebih mengikatkan dirinya pada pihak lainnya, dan sama sekali tidak menentukan untuk tujuan apa suatu perjanjian tersebut dibuat. 
Karena itu suatu perjanjian akan lebih luas juga tegas artinya, jika pengertian mengenai perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.
Dalam suatu perjanjian dikenal adanya asa kebebasan berkontrak atau freedom of contract. Maksud asa tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian yang berisi dan macam apapun, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Atau dengan pengertian lain asas kebebasan kepada masyarakat, untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, sepanjang tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Selanjutnya dalam suatu perjanjian, pasal-pasal yang mengatur tentang perjanjian tersebut, biasa dinamakan dengan optimal law. Karena ketentuan dari pasal-pasal yang mengaturnya, boleh disingkirkan oleh pihak yang membuat suatu perjanjian.
    Menurut Abdul Kadir Muhammad, SH, dalam bukunya yang berjudul hukum perikatan, antara lain disebutkan bahwa di dalam suatu perjanjian termuat beberapa unsure, yaitu:
a.       Ada pihak-pihak
b.      Ada persetujuan antara para pihak
c.       Ada tujuan yang akan dicapai
d.      Ada prestasi yang harus dilaksanakan
e.       Ada bentuk tertentus
f.       Ada syarat-syarat tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer